Maret 07, 2016

Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Sumatra


DALAM BUKU bertajuk Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Sumatera oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1993), cerita rakyat Jambi menjadi penyumbang terbanyak di antara daerah lain.

Mulanya tersusun sebanyak 91 cerita rakyat Jambi. Akan tetapi, oleh penyusun yang terdiri atas Edwar Jamaris, Nikmah Sunardjo, Muhammad Jaruki, Mu’jizah, B. Trisman, Maini Trisna Jayawati, dan Yeni Mulyani S., dari 91 itu bersurut menjadi 38, dengan mempertimbangan beberapa hal berikut ini:

(1) Ringkasan cerita terlalu singkat sehingga penyusun atau pembaca tidak mendapat gambaran yang jelas tentang jalan ceritanya;

(2) Dalam penguraian nilai-nilai budaya yang ada dalam tiap-tiap cerita rakyat jambi itu, pengolah data tidak menyertakan beberapa kutipan sebagai pendukung. Hal itu penting untuk menguraikan nilai-nilai budaya yang ada;

(3) Ada beberapa cerita yang hanya dikatakan bahwa dalam cerita tersebut tidak ada nilai budayanya. Kemudian cerita tersebut ditinggalkan begitu saja, tanpa penjelasan apa pun. Hal seperti itu terlihat dalam cerita "Si Mata Empat dan Si Pahit Lidah" (hlm. 249) dan cerita "Dua Orang Kakak Beradik" (hlm. 65). Padahal, asumsi dasar bahwa semua cerita mengandung nilai budaya; dan

(4) Beberapa nilai budaya dalam suatu cerita tidak dirinci dalam bentuk yang lebih khusus, misalnya nilai keagamaan. Nilai itu tidak diuraikan ke nilai yang lebih khusus, yaitu nilai berserah diri kepada Tuhan atau nilai tawakal. Padahal, nilai-nilai yang lebih khusus itulah yang sangat dibutuhkan dalam penyusunan ini. Begitu juga halnya dengan nilai lain, seperti nilai moral.

Karena hal-hal di atas, dari 91 cerita rakyat yang ada, dipilih 38 cerita yang dianggap mewakili cerita rakyat Jambi. Berikut Cerita rakyat Jambi yang dipilih:

1. "Putri Putih Unduk" (PPU)
2. "Si Klingking" (SK)
3. "Raja Banting" (RB)
4. "Syekh Abdul Kadir Jaelani" (SAKJ)
5. "Raja Mudo" (RM)

6. "Burung Tiung" (BT)
7. "Ulaq Lantan" (UL)
8. "Si Kalapak" (SK)
9. "Si Amang Putih (SAP)
10. "Si Tamak dan Intan-Intannya" (STI)

11. "Nenek Puti" (NP)
12. "Raja Tiangso" (RT)
13. "Batu Betung Bertakuk" (BBB)
14. "Batu Larung" (BL)
15. "Perpatih Nan Sebatang (PNS)

16. "Bujang Senaning (BS)
17. "Pulau Rengas" (PR)
18. "Bukit Bulan" (BB)
19. "Putri Tanglung" (PT)
20. "Napal Sisik" (NS)

21. "Perahu Lancang Gading" (PLG)
22. "Aminuddin dan Aminullah" (AA) 
23. "Raden Mathahir Singa Kumpeh" (RMSK)
24. "Bukit Kancah" (BK)
25. "Malin Tembesu" (MT)

26. "Pendekar Bujang Senaya" (PBS)
27. "Kemilai Air Emas" (KAE)
28. "Sebakul" (Sb)
29. "Kutojoyo" (Kj)
30. "Buah Gelumpang" (BG)

31. "Orang Kayo Hitam (OKH)
32. "Si Nam Berenam Bertujuh dengan Putri Bungsu" (SBBPB)
33. "Asal-Usul Raja Jambi" (ARJ)
34. "Panglima Syawal" (PS)
35. "Bukit Sanggar Puyuh" (BSP)

36. "Sayang Tabuang" (ST)
37. "Putri Retno Pinang Masak" (PRPM)
38. "Cerita Depati Sebelas" (CDS)

Merujuk hal di atas, menurut hemat saya, meski terbuka masing-masing kita menyoal "batasan-batasan" di atas, yang dijadikan rujukan oleh tim penyusun dalam proses penyeleksian, di samping itu juga menyembul beberapa pertanyaan-pertanyaan mendasar lainnya.

Pertama, dari yang 91 ataupun 38, sebagaimana termuat dalam buku ini, terbuka kemungkinan adanya kerancuan kategori antara batas wilayah budaya sebagai satuan geografis-administratif (provinsi), area kultural, atau kelompok etnis, yang menyebar luas di wilayah Provinsi Jambi.

Kedua, bagaimana dengan keberadaan 53 cerita rakyat Jambi (yang tidak termuat di dalam buku tersebut) dengan alasan empat poin di atas tadi? Hal itu menjadi penting, mengingat tidak saja merupakan data yang mesti dirawat, melainkan juga perlu ditindaklanjuti ke dalam penelitian dan penulisan lanjutan?

Ketiga, bagaimana riwayat penulisan dan publikasi cerita rakyat Jambi dewasa ini di luar soal intrinsik-struktural? Meski masih problematis, saya memandang semangat inovatif, yang kerap menjadi medan bagi sastrawan (dan seniman) pada umumnya adalah “jalan lain” yang bisa ditempuh untuk mendekatkan cerita rakyat kepada masyarakat saat ini.

Upaya tersebut tidak dalam pengertian pertarungan yang berujung kalah-menang ataupun reduksi antara tradisi lisan dan tulis, melainkan relasional. Apa pasal? Di situlah cerita rakyat yang lazimnya hadir dengan serangkaian gaya bahasa klise dan penyajian peristiwa yang bertele-tele bisa menjadi kisah yang renyah dan menawan.

Dalam pada itu, merujuk Maman S. Mahayana di dalam Dongeng Negeri Kita (2015), cara penceritaan yang renyah dan menawan itulah sesungguhnya hal yang penting dilakukan bagi usaha melakukan transformasi dari cerita rakyat sebagai bagian dari tradisi lisan menjadi teks yang bergerak dalam wilayah keberaksaraan.

Keempat, apa urgensi cerita-cerita rakyat Jambi dihadirkan di tengah kemajuan teknologi yang berlari kencang sekaligus mobilitas sosial tanpa limit saat ini? Saya berpandangan, sebagai karya kreatif, cerita rakyat, seperti juga bentuk ekspresi seni lainnya, menyembulkan hiburan sekaligus wahana pendidikan, ajaran moral, dan etika, bahkan juga pengetahuan. Sudahkah ia menjadi alasan kuat bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi dan Kantor Bahasa Provinsi Jambi berpihak pada pelestarian cerita rakyat Jambi?

Akhirnya, kegiatan membicarakan, menulis ulang, dan menerbitkan cerita rakyat untuk didistribusikan secara luas merupakan usaha sadar melompat lebih jauh, tidak saja keluar dari kejumudan instrumen intrinsik-struktural, tetapi juga kesanggupan membangun relasi yang berkesadaran dengan rung hidup dan ingatan kolektif dari seluruh warganya sebagai karya seni sosial. Bukan begitu?[]

_____________

Edwar Jamaris, Nikmah Sunardjo, Muhammad Jaruki, Mu’jizah, B. Trisman, Maini Trisna Jayawati, dan Yeni Mulyani S., Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Sumatera (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1993).

Ulasan ini ditulis oleh Jumardi Putra dan dimuat pertama kali dalam catatan Facebook-nya dengan judul "Riwayat Cerita Rakyat Jambi".

0 komentar: