Juni 24, 2014

Local Representations and Management of Agroforests on the Periphery of Kerinci Seblat National Park Sumatra, Indonesia


Ringkasan

DAERAH SEKELILING Taman Nasional dan hutan-hutan lindung merupakan daerah persengketaan antara pengelola konservasi dan penduduk setempat. Walaupun imbalan yang bersifat ganti rugi mungkin telah dipertimbangkan dalam bentuk proyek pembangunan, pengelola daerah-daerah perbatasan ini harus berhadapan dengan berbagai perbedaan pandangan, cara penyampaian, serta sistem pemanfaatan sumber-sumber.

Pekerjaan yang disajikan dalam makalah ini mencoba mengkaji perbedaan-perbedaan pendapat tersebut di atas di daerah Kerinci, suatu lembah yang dikenal sebagai daerah pertanian, berpenduduk 300.000 jiwa, dikelilingi oleh Taman Nasional Kerinci Seblat, daerah lindung seluas 15.000 km2.

Untuk membatasi desakan terhadap Taman Nasional ini, para petugas konservasi bermaksud mengembangkan usaha pertanian tanah perhutanan (agroforestri), dinamika-dinamika agroforestri dikaji dari segi cara penggambaran, kelayakan, dan eksploitasi sumber-sumber yang ada dalam masyarakat Kerinci. Tinjauan historis tentang evolusi pertamanan agraris mulai dari permulaan abad ini menunjukkan bahwa pengembangan pengelolaan pertamanan agraris mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ekspor, terutama kayu manis (Cinnamomum burmani).

Suatu analisa tentang gambaran dunia tumbuh-tumbuhan berdasarkan pada pengetahuan botani dan gambaran-gambaran simbolik, serta evolusi dalam pemakaian tanaman-tanaman dari waktu ke waktu, memperjelas kerangka pengetahuan yang berkenaan dengan etnobotani dan etnoekologi yang merupakan dasar dari praktik-praktik agroforestri yang dibahas di sini. Pengertian setempat mengenai keanekaragaman hayati berbeda dalam aspek-aspek tertentu dengan pengertian para ilmuwan-ilmuwan dan naturalis. Pengertian seorang petani kecil tentang konservasi alam memperlihatkan suatu hubungan yang mantap antara hutan, mata air, dan sawah, dalam konteks perhatian terhadap pengaturan air untuk kebutuhan-kebutuhan penghidupan.

Mengingat akan keterbatasan tanah pertanian yang disebabkan oleh keberadaan Taman Nasional, dinamika-dinamika agroforestri di daerah Kerinci menunjukkan suatu kecenderungan untuk menjadikan sistem-sistem agroforestri berlangsung sepanjang tahun terutama karena kendala-kendala dalam perluasan tanah. Sebuah contoh yang diteliti di kampung Semerap menunjukkan bagaimana lapisan-lapisan perhutanan (agroforests) dibentuk di bawah kontrol kolektif tanah-tanah di lereng bukit. Sementara perlindungan terhadap lereng-lereng bukit yang ditutupi kayu-kayu produktif dipertahankan, biasanya penguasa setempat juga melindungi pembaharuan ekologis dari sistem yang terdapat pada tanah-tanah kurang subur.

Di kampung-kampung lain, pertanian tanah perhutanan (agroforests) berkembang dari sistem rangkaian siklus pergantian tanaman kayu dan tanaman tahunan, menuju sistem agroforestri yang berlangsung sepanjang tahun yang mengintegrasikan hasil bumi ekspor—kopi dan kayu manis—bersama dengan sejumlah kayu-kayu hasil hutan lainnya. Perintis pertama penanaman kayu manis secara monokultur adalah para petani dalam usaha memberi tanda-tanda perbatasan sebagai reaksi terhadap desakan Taman Nasional atas tanah pertanian mereka.

Intensifikasi agroforestri di daerah ini pada waktu yang akan datang hanya mungkin kalau pengetahuan pribumi dan cara-cara penggambaran lingkungan diketahui oleh para pengelola konservasi, bersama dengan hak para penduduk setempat untuk ikut aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan atas pengembangan yang akan datang.[]

______________
Yildiz Aumeeruddy, Local Representations and Management of Agroforests on the Periphery of Kerinci Seblat National Park Sumatra, Indonesia: People and Plants Working Paper 3, (Paris: UNSECO, 1994).

Dikutip utuh dengan sedikit penyuntingan bahasa. Teks utuh dapat diunduh di sini.


0 komentar: