Desember 14, 2015

Kelenteng Perjuangan Melawan Belanda


KELENTENG HOK Tek merupakan kelenteng pertama dan tertua di Provinsi Jambi yang memiliki andil besar dalam perjuangan rakyat Jambi melawan penjajah Belanda. Ketika itu, Kelenteng Hok Tek bahkan pernah dijadikan gudang mesiu dan tempat menyimpan senjata.

Dari sekian banyak kelenteng yang terdapat di Kota Jambi, Kelenteng Hok Tek merupakan kelenteng pertama dan tertua. Kini umur Hok Tek sudah lebih dari 200 tahun. Karena tidak dipakai lagi sebagai tempat ritual keagamaan oleh penganut Konghucu, oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi, bangunan tua itu kini dilestarikan dan dijadikan sebagai salah satu situs peninggalan sejarah.

Hasil investigasi dan rangkuman informasi yang didapat Mediator di lapangan, selain memiliki nilai sejarah, Hok Tek juga berperan besar saat rakyat Jambi berjuang mengusir Belanda pada 1942. Ketika itu Hok Tek sempat dijadikan gudang mesiu dan persenjataan saat Agresi Militer Belanda II.

Menurut Apong (50), Hok Tek kini telah dimusiumkan. Ritual keagamaan telah berpindah ke Kelenteng Hok Tek yang baru di Jalan Kirana RT 10, RW 13, Kelurahan Sungai Asam, Kecamatan Pasar, Kota Jambi, sekitar 2 kilometer dari lokasi kelenteng lama yang berada di Jalan MH Thamrin, RT 14, Kelurahan Beringin, juga di Kecamatan Pasar, Kota Jambi. “Saat ini lebih dari 20 kelenteng terdapat di Kota Jambi,” ujarnya.

Menurut warga yang bermukim di sekitar kelenteng, dulu setiap menjelang Tahun Baru Imlek, warga kerap melihat sekelompok masyarakat keturunan Tionghoa mengunjungi bangunan berukuran 8,82 meter persegi itu. Masyarakat Tionghoa sengaja meluangkan waktu untuk melakukan ritual keagamaan. “Tapi kini sudah tak pernah lagi, karena ritual itu telah pindah,” ujar warga tadi.

Apong melanjutkan, pemindahan acara ritual keagamaan bukan karena ada kecemburuan sosial dari warga sekitar, namun disebabkan kapasitas Hok Tek yang lama sudah tak memungkinkan lagi untuk menampung jemaat yang setiap tahun bertambah. Faktor lain adanya pelebaran jalan kota yang membuat pekarangan kelenteng menjadi semakin sempit.

Melihat kondisi demikian, atas kesepakatan para pengurus kelenteng yang tergabung dalam Yayasan Tri Darma bersama Pemprov Jambi, pada 4 Februari 1982 seluruh yang berkaitan dengan acara ritual pemeluk Konghucu dipindahkan ke lokasi baru yang tentu telah dipersiapkan sebelumnya.

Bagaimana proses pemusiuman Hok Tek yang lama? Berdasarkan data di Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (KSPSP) Jambi, ketika tahu kelenteng itu tak digunakan lagi, awalnya Pemprov berniat membongkarnya. Namun setelah melihat sejarah yang terkandung pada bangunan tua di tepi Sungai Maram tersebut serta mengetahui nilai sejarah yang dapat dijadikan untuk menelusuri sejarah lahirnya Kota Jambi, niat pembongkaran pun diurungkan.

Kemudian Pemprov bersama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud, kini Diknas) mulai 4 Februari 1984 menjadikan kelenteng itu sebagai monumen sejarah atau salah satu situs peninggalan sejarah yang perlu dilestarikan. Hal itu sesuai dengan instruksi kerja sama Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan Depdikbud No. 8/M/1972 tentang Pengamanan Benda Bersejarah yang mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) RI No. 183 Tahun 1968 jo No. 64 Tahun 1971 dan No. 17/M Tahun 1968.


Sejarah

Menurut Aseng (45), adik kandung Apong, pengurus kelenteng, Hok Tek dibangun oleh masyarakat asal Cina Selatan, etnik Hokian, suku Thai Chien, sekitar 1803. Nama Hok Tek diambil dari nama salah satu dewa dalam ajaran Taoisme, yang berarti kemakmuran.

Mulanya orang-orang Cina yang berasal dari strata sosial rendah datang ke Jambi sambil membawa dagangan. Kemudian mereka menetap di Jambi lalu membangun permukiman dan tempat pemujaan di tepi Sungai Maram. Memang kelenteng selalu dibangun di tepi sungai atau di dekat gunung. Menurut kepercayaan Konghucu, sungai atau gunung dipercaya sebagai sumber kehidupan. “Itu menurut Konghucu,” ujar Aseng ketika itu.

Apong mengakui, yang paling lama mengurus Kelenteng Hok Tek adalah ayahnya, almarhum Peng Lai. Namun dirinya sedikit sekali mengetahui sejarah kelenteng tersebut. Peng Lai mulai mengurus kelenteng dari 1972 hingga 1982. Namun sebelum Peng Lai, Kelenteng Hok Tek telah diurus oleh Akuang, kakek Apong. Selama diurus Apong, kelenteng lama itu sudah tiga kali direhab: rehab atap, tembok, pagar, dan warna cat dengan tidak menghilangkan ciri khas kelenteng.[]

____________

“Kelenteng Perjuangan Melawan Belanda”, Mediator, 23 Februari 2006.

0 komentar: