Mei 18, 2014

Interaksi Sosial Antarkelompok Etnik: Studi Kasus di Kelurahan Tambaksari, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi


Sya’roni, “Interaksi Sosial Antarkelompok Etnik: Studi Kasus di Kelurahan Tambaksari, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi”, Kontekstualita: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 20, No. 1, 2005: 29-52.


ARTIKEL INI membahas tentang interaksi sosial antaretnik di Tambaksari, sebuah kelurahan di Kota Jambi. Sebagaimana banyak daerah di Kota Jambi, di Kelurahan Tambaksari juga terdapat keragaman etnik. Statistik menunjukkan bahwa etnik terbanyak adalah Minangkabau (46 persen), kemudian Melayu (23 persen), dan setelahnya Jawa, Batak, serta etnis lain.

Menurut penulis, etnis-etnis tersebut mempunyai perkumpulan atau paguyuban etnis masing-masing. Etnis Minangkabau memiliki perkumpulan etnis dan koperasi yang kegiatan utamanya simpan-pinjam bagi anggotanya. Kegiatan etnis Minangkabau lainnya adalah pengajian dan arisan bulanan. Kalau perkumpulan etnis Minangkabau didasarkan pada kesamaan daerah, misalnya dari kabupaten yang sama di Sumatera Barat, perkumpulan etnis Batak didasarkan pada kesamaan marga. Sementara etnis Jawa, meskipun pengorganisasian perkumpulannya kurang teratur, para anggotanya paling akrab dan intensitas pertemuannya paling sering. Etnis Melayu juga punya perkumpulan, misalnya didasarkan pada daerah asal mereka di hulu.

Penulis selanjutnya membahas kehidupan keagamaan etnis-etnis tersebut. Orang Minangkabau disebutkan mengikut Muhammadiyah, sementara etnis Melayu sukar menerima Muhammadiyah. Meski Muhammadiyah, orang Minangkabau juga mengikuti praktik-praktik seperti tahlilan dan Yasinan yang biasa dilakukan etnis Melayu. Corak keagamaan etnis Jawa di Jambi disebutkan lebih dekat ke varian santri, bukan abangan. Sementara etnis Batak banyak menganut Kristen dan tergabung dalam jemaat HKBP yang gerejanya berada di kawasan Kotabaru.

Bagian berikutnya membahas tentang prasangka etnik yang muncul. Etnik Minangkabau memandang etnik Melayu sebagai pemalas dan suka berfoya-foya, sebaliknya etnis Jawa dipandang rajin meskipun tidak sereligius orang Melayu. Orang Melayu memandang etnis Jawa dan Minangkabau sebagai rajin dan orang Batak disebut kasar. Kalau orang Jawa juga disebut kurang religius, orang Minangkabau dikatakan pelit dan mau menang sendiri. Anggapan orang Minangkabau demikian juga datang dari etnis Jawa dan Batak.

Berbagai prasangka etnik tersebut tentu bisa menjadi bibit konflik, apalagi kalau perkumpulan-perkumpulan itu mengembangkan etnosentrisme dan eksklusivisme. Menurut penulis, kerja sama antaretnik harus lebih ditingkatkan untuk memupuk persatuan antaretnik.


Lebih lanjut, artikel utuh dapat diunduh di sini.

0 komentar: