Mei 21, 2014

Pidato Kawan Samtiar (Jambi) dalam Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959


KAWAN-KAWAN Presidium dan Kawan-kawan sekalian,

Saya merasa bangga sekali dapat ikut menghadiri Kongres ini bersama dengan kawan-kawan, Kongres dari suatu Partai yang tidak saja besar, tapi juga mempunyai tradisi perjuangan yang heroik dari sejak lahirnya hingga sekarang, Partai yang mempunyai sejarah gemilang dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda, Partai yang kesetiaannya telah teruji dengan pengabdiannya yang tulus membela kepentingan rakyat — dengan gagah berani tampil ke depan melawan musuh-musuh rakyat, tidak saja dulu terhadap Belanda, tapi juga sekarang terhadap “PRRI”-Permesta.

Kawan-kawan,

Laporan CC yang disampaikan oleh Kawan D. N. Aidit dalam Kongres Nasional ke-VI Partai, saya menyetujui sepenuhnya. Menurut pendapat saya Laporan CC tidak saja telah mengemukakan pengalaman-pengalaman Partai, kelemahan-kelemahan dan sukses-sukses yang pernah dicapai oleh Partai di lapangan politik, organisasi dan ideologi, tapi juga telah menggariskan tugas-tugas pokok Partai untuk masa depan, taktik dan strategi Partai dalam perjuangannya menyelesaikan tuntutan Revolusi 17 Agustus ‘45 yang belum selesai. Mempelajari Laporan CC, sekaligus berarti mempelajari keadaan rakyat dan masyarakat kita, watak revolusi, arah dan perspektif Revolusi kita, disamping mengetahui sejarah perjuangan Partai dan kebesaran Partai kita sekarang. Laporan CC pada Kongres Nasional ke-VI Partai, tidak saja mempunyai anti penting bagi pembangunan Partai, tapi juga mempunyai arti sejarah yang amat penting sekali bagi Rakyat Indonesia dalam perjuangannya menciptakan syarat-syarat untuk memenangkan Revolusi Agustus 1945.

Kawan-kawan,

Pada kesempatan ini saya ingin hendak mengemukakan mengenai beberapa persoalan daerah Jambi, tentang penduduk dan kebudayaannya, tentang keadaan kaum tani, dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Partai kita. Penduduk daerah ini terdiri dari dua golongan, penduduk asli (suku Melayu) dan penduduk yang datang dari pulau Jawa, Sumbar, dan Tapanuli. Keadaan penduduk asli, ekonomi dan kebudayaannya belum dapat dikatakan maju. 85% dari penduduk yang dewasa masih buta huruf, tifus dan kolera merupakan penyakit yang biasa di kalangan rakyat. Balai-balai Pengobatan di desa-desa hampir tak ada sama sekali, kecuali di ibu negeri Kewedanaan dan Kecamatan-kecamatan. Takhayul, kepercayaan kepada roh-roh yang dianggap keramat merupakan kepercayaan yang teguh di kalangan rakyat. Merajalelanya buta huruf dan keterbelakangan ini, adalah dìsebabkan akibat politik Pemerintah kolonial Belanda dulu yang memang tidak berkepentingan untuk meningkatkan pengetahuan dan kebudayaan rakyat. Pada tahun-tahun belakangan keadaan sudah mulai agak berubah, semangat dan kemauan belajar sudah mulai menjalar ke desa-desa. Akan tetapi semangat yang tumbuh ini, tidak dapat ditampung karena kurangnya gedung-gedung sekolah, karena kurangnya gedung ini tiap tahunnya tidak sedikit anak-anak yang tidak dapat diterima menjadi murid SR, dan yang tidak dapat meneruskan pelajarannya pada sekolah-sekolah menengah.


Mengenai masalah kaum tani


Kawan-kawan,

Mengenai penghidupan rakyat umumnya tergantung pada pertanian. Penduduk yang datang dari pulau Jawa, disamping bekerja sebagai buruh tani, menyadap karet tuan tanah, juga bertani. Tanaman kaum tani disamping selalu terancam oleh bahaya binatang liar (gajah, babi, monyet dan sebagainya), juga sering-sering mengalami bahaya banjir yang tak dapat dihindari. Untuk bertani kaum tani harus menyewa tanah tuan tanah feodal (Pasirah) untuk kebutuhan hidup kaum tani sehari-hari biasanya disediakan oleh tuan tanah dan lintah darat lintah darat ada juga oleh pedagang-pedagang Tionghoa dengan berupa bahan-bahan sebagai pinjaman dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pasaran, dengan ketentuan karet bagian kaum tani harus dijual pada mereka dengan harga yang jauh lebih murah dan pasaran. Keadaan penghidupan kaum tani yang demikian ini yang diperas dari segala jurusan, menyebabkan hidup mereka terus menerus tenggelam dalam hutang kepada tuan tanah dan lintah darat yang menyebabkan mereka selalu dalam keadaan sengsara. Untuk menutupi keperluan hidup mereka sekeluarga, anak-anak kaum tani yang masih di bawah umur terpaksa bekerja keras membantu orang tuanya menyadap karet, mencari kayu api untuk dijual dan sebagainya.

Kaum tani yang berada di sekitar tanah konsesi Niam (sekarang Permindo) keadaannya lebih sengsara lagi, disamping mereka yang selalu terancam oleh Permindo, terhadap mereka juga sering-sering dilakukan penangkapan-penangkapan. Penangkapan-penangkapan ini terjadi hanya atas pengaduan Permindo dengan seribu satu macam tuduhan, misalnya sebatang pohon yang ditebang oleh kaum tani ujung dahannya yang rebah mengenai tiang kawat, terus diadukan dengan tuduhan kaum tani merusak milik Permindo. Dengan pengaduan seperti ini tanpa pemeriksaan lebih dulu, kaum tani sudah mendapat panggilan dari Kepolisian, ada kalanya diambil begitu saja dan tempat pekerjaannya, tanpa diketahui keluarganya. Tindakan seperti ini sangat memberatkan kaum tani, ongkos mobil (pulang pergi) dari tempatnya ke kantor polisi tidak kurang dari Rp. 30,—. Untuk memenuhi satu kali panggilan kaum tani harus mengeluarkan uangnya tidak kurang dari Rp. 50,—. Uang Rp. 50,— sudah cukup banyak bagi mereka. Disamping itu jika Permindo menemukan sumber minyak baru, untuk keperluan pembikinan jalan dan sebagainya, mau tak mau kaum tani harus menyerahkan tanah berikut tanamannya dan membongkar gubuknya yang dibangun dengan susah payah ¡tu, untuk kepentingan Permindo. Memang oleh Permindo sebelumnya diadakan perundingan dengan kaum tani untuk mengganti kerugian kaum tani, tapi perundingan itu tidak dengan ikhlas diterima oleh kaum tani, karena bagaimana juga mereka tetap merasa dirugikan oleh tindakan ini. Uang ganti rugi dari Permindo itu, tidak pula sepenuhnya jatuh ke tangan kaum tani, beberapa persen daripadanya harus diserahkan pada kas Pemerintah (Marga). Jumlah ini bergantung pada ketentuan-ketentuan Marga setempat. Perusahaan Minyak Permindo yang menggaruk keuntungan ribuan rupiah tiap harinya, bagi kaum tani hanya merupakan bahaya besar yang selalu mengancam penghidupannya.

Disamping itu lagi jika terjadi persengketaan antara kaum tani dengan Permindo, kaum tani merasa tidak mendapat perlindungan dari Pemerintah, karena Peraturan Pemerintah mengenai persengketaan tanah antara kaum tani dengan Permindo pada pokoknya membenarkan tindakan Permindo untuk menguasai tanah kaum tani, dan memberikan bantuan langsung pada Permindo dengan mengirim tenaga polisi ke tempat tersebut untuk menjaga keamanan orang-orang yang mentraktor tanah kaum tani. Ini baru sebagian saja dari penderitaan-penderitaan yang dipikul oleh kaum tani, belum lagi peraturan-peraturan lainnya seperti bunga kayu, pancung alas, bunga pasir dan sebagainya yang sangat memberatkan penderitaan kaum tani. Keadaan ini sepenuhnya membenarkan perumusan Partai, tentang masih berkuasanya sisa-sisa feodalisme di desa-desa, tentang beratnya penderitaan kaum tani karena pengisapan yang terus menerus dari tuan tanah dan lintah darat dan peraturan-peraturan lain yang sangat merugikan kaum tani, yang menempatkan kedudukan mereka sebagai budak tuan tanah dan lintah darat. Ini sepenuhnya berlaku di daerah Jambi. Semboyan Partai di lapangan pertanian, sita tanah tuan tanah, bagikan pada kaum tani, terutama pada kaum tani tidak bertanah, adalah semboyan yang sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan kaum tani. Karenanya semboyan ini tidak saja akan disambut hangat oleh kaum tani, tapi juga akan membangkitkan daya juang mereka untuk mengakhiri sama sekali kekuasaan tuan tanah di segala lapangan.

Kawan-kawan,

Penduduk yang mendatang (dari Sumbar dan Tapanuli), sebagian kecil bekerja pada berbagai instansi-instansi jawatan Pemerintahan. Pedagang-pedagang kecil termasuk pedagang pinggiran jalan, umumnya terdiri dari penduduk yang berasal dan Sumbar. Nasib pedagang-pedagang ini tidak berbeda banyak dengan nasib kaum tani, disamping tidak mempunyai modal mereka juga dihisap terus menerus oleh pedagang-pedagang besar. Pedagang-pedagang besar, pemilik-pemilik N.V., pemilik-pemilik perusahaan-perusahaan kecil, seperti rumah-rumah asap, gedung-gedung bioskop, restoran-restoran, warung-warung, pabrik roti, kecap dan sebagainya umumnya dimiliki oleh orang-orang Tionghoa. Pada waktu pemberontak DB-”PRRI” berkuasa, beberapa dari pedagang-pedagang besar ini aktif ikut membantu kaum pemerontak, menyediakan bahan-bahan bakar, kendaraan dan sebagainya untuk keperluan kaum pemberontak. Setelah Pemerintah melarang semua organisasi-organisasi KMT, oleh Pemerintah (Penguasa Perang) Daerah diambil tindakan, menutup semua Sekolah-sekolah Tionghoa KMT. Akan tetapi tindakan ini belum dilanjutkan oleh Pemerintah dengan tindakan pengambilan alih seperti di tempat-tempat lain, begitu juga tindakan terhadap maskapai milik Belanda juga belum diambil alih. Rakyat mengharapkan tindakan ambil alih dari Pemerintah, terutama terhadap perusahaan-perusahaan mereka yang sudah terbukti membantu kaum pemberontak.


Masalah kerjasama dengan kekuatan tengah

Kawan-kawan,

Pergolakan DB di Sumteng, sangat mempengaruhi situasi Jambi yang pada waktu itu administratif Pemerintahannya tunduk ke Sumteng, di bidang militer berada di bawah kekuasaan TT II Sumsel. Pada waktu sob dinyatakan berlaku di seluruh negeri, yaitu setelah kekuasaan dipegang oleh pihak militer, antara DB-”PRRI” dengan “TT II” Barlian cs timbul perjuangan untuk saling menguasai daerah Jambi. Untuk mencegah daerah Jambi sepenuhnya dikuasai oleh DB-”PRRI” atau oleh Barlian cs, dan sesuai dengan kepentingan Rakyat Jambi Partai menyokong dan menganjurkan politik menuntut Otonomi Tingkat I bagi daerah Jambi, politik ini mendapat dukungan dari semua pihak. Dengan politik ini usaha dari sementara orang-orang yang hendak menyeret daerah Jambi membantu DB-”PRRI” dapat digagalkan. Tuntutan Otonomi Tingkat I, akhirnya menjadi pendirian semua partai-partai, termasuk Masyumi kecuali PSI. Karena tuntutan Otonomi ini menyangkut kepentingan semua golongan, maka kerja sama di kalangan Partai-partai, juga dengan beberapa tokoh-tokoh Masyumi dapat kita wujudkan. Ikutnya beberapa dari tokoh-tokoh kepala batu dalam perjuangan menuntut otonomi ini, ialah dengan tujuan untuk dapat terus berkuasa, atau untuk mempertahankan kedudukannya dalam badan-badan instansi pemerintahan, atau untuk mengharapkan kedudukan baru dalam Pemerintahan Otonomi yang akan dibentuk itu nanti. Begitu pun dari sebagian golongan tengah, juga ada yang dengan harapan seperti itu. Ini dibenarkan oleh kenyataan, bahwa baru saja ada tanda-tanda bahwa Pemerintah Pusat menyetujui pembentukan Otonomi Daerah, orang-orang yang ingin kedudukan ini, segera menyusun formasi kepegawaian di kalangan mereka untuk menduduki jabatan-jabatan penting di instansi-instansi Jawatan Pemerintahan, disamping mereka berlagak kepada rakyat sebagai pejuang membela kepentingan daerah dan kepentingan rakyat.

Dalam perebutan kedudukan ini, terdapat kontradiksi yang juga tajam antara kekuatan tengah dengan kepala batu, usaha mendepak kepala batu dari jabatan-jabatan penting, karena mereka sudah mempunyai jaringan-jaringan yang kuat sebelumnya, bukan pekerjaan yang mudah bagi golongan tengah. Karena adanya faktor psikologis yang khusus mengenai Jambi, baik kekuatan tengah maupun kepala batu, sama-sama berkepentingan untuk mencegah timbulnya kontradiksi yang tajam di antara mereka, faktor yang juga mengikatkan kekuatan tengah pada kepala batu. Karena adanya faktor ini menyebabkan tidak adanya keberanian kekuatan tengah melawan kepala batu, disamping kuatnya kedudukan kepala batu dalam badan-badan perwakilan (DPRD-DPRD) dan DPD-DPD Provinsi dan Kabupaten-kabupaten.

Kawan-kawan, tentang tidak teguhnya kekuatan tengah menjalankan politik yang progresif anti-imperialis dan anti-feodal, seperti yang dikatakan Kawan D. N. Aidit dalam Laporan CC pada Kongres ini, yaitu, bergantung kepada tepat atau tidak tepatnya garis politik Partai dalam menghadapi kekuatan tengah, bergantung kepada besar atau kecilnya kekuatan Partai sendiri sebagai sandaran kekuatan tengah, bergantung kepada ada atau tidak adanya pukulan yang jitu dari kekuatan progresif terhadap kepala batu yang menguntungkan kekuatan tengah, sepenuhnya dibenarkan oleh pengalaman Partai kita di daerah Jambi. Belum berhasilnya Partai kita bersatu dengan kekuatan tengah untuk tetap berada di pihak kekuatan progresif yang dengan teguh menjalankan politik anti-imperialis dan anti-feodal, menentang politik reaksioner dan kepala batu, karena belum berhasilnya Partai kita memobilisasi massa yang luas, kaum buruh dan kaum tani, dan karena belum berhasilnya kita meningkatkan lebih tinggi kesadaran politik massa rakyat kepada taraf yang lebih tinggi, terutama kesadaran politik kaum tani yang masih terbelakang dari kaum buruh.



Masalah organisasi Partai

Kawan-kawan,

Masalah Pembangunan Partai yang ditetapkan oleh Sidang Pleno Ke-IV CC tahun 1956, belum terlaksana dengan baik. Belum terlaksananya Plan ini, disebabkan karena adanya kelemahan-kelemahan dalam Partai kita, baik di lapangan ideologi, maupun di lapangan organisasi. Keadaan organisasi Partai kita, sebagai badan yang akan melaksanakan tugas belum tersusun dengan baik, Comite-comite Seksi, Sub-seksi dan Comite-comite Resort selfstanding belum mampu memberikan pimpinan pada massa anggota dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari, disamping Comite-comite atasan belum dapat memberikan pimpinan yang tepat pada Comite-comite bawahan. Kolektifitas sebagai syarat pokok bagi kelancaran jalannya organisasi belum terwujud dalam badan pimpinan Partai, disamping belum terwujudnya kolektifitas, rasa tanggung jawab kader-kader terhadap Partai sangat tipis sekali. Kurangnya rasa pertanggungan jawab ini disebabkan karena belum dikuasainya oleh kader-kader kita fungsinya sebagai pimpinan terhadap kemajuan Partai. Disamping itu kawan-kawan yang memegang fungsi dalam Partai, umumnya terdiri dari kawan-kawan yang mempunyai pekerjaan khusus di lapangan lain, karena terikat pada pekerjaannya amat sedikit sekali waktu dan tenaganya yang dapat dipergunakan untuk Partai, untuk mendatangi Comite-comite bawahan dan sebagainya. Hal ini menyebabkan kurang dikuasainya oleh kader-kader kita tentang keadaan Partai yang sesungguhnya di Comite-comite bawahan. Karena kurangnya penguasaan pimpinan terhadap keadaan organisasi menyebabkan pimpinan tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan Partai.

Tentang pendiskusian Plan yang dapat dikatakan baik, baru terbatas hingga Comite-comite Subseksi, sedangkan massa anggota begitu juga pimpinan-pimpinan Resort belum memiliki hakekat Plan, untuk apa Partai membikin Plan dan tujuan apa yang harus dicapai dengan Plan.

Kawan-kawan. Sebab-sebab lain yang merintangi pelaksanaan Plan ialah keadaan situasi sendiri. Ketika Plan baru mau dilaksanakan di Sumteng timbul pergolakan DB-”PRRI” yang sangat mempengaruhi situasi dan pekerjaan Partai di daerah Jambi. Penangkapan-penangkapan yang dilakukan oleh DB-”PRRI” terhadap kawan-kawan kita di Sumbar, dalam Partai timbul gejala-gejala menyerahisme yang menampakkan dirinya dalam bentuk tidak mau tahu terhadap Partai dan menghentikan sama sekali kegiatan organisasi. Pentingnya usaha mengaktifkan dan memperkuat Partai dan organisasi-organisasi rakyat sebagai senjata di tangan rakyat tidak diyakini sepenuhnya, adanya sikap acuh tak acuh terhadap pemberontak DB-”PRRI”, sebagai pernyataan watak bimbang dan ideologi borjuis-kecil yang tidak teguh dalam perjuangan. Karena belum adanya kesatuan ideologi, kesatuan tindakan dan kesatuan pendapat dalam Partai, karena belum adanya cara kerja dan pembagian pekerjaan yang tepat dalam Partai, kanena belum adanya koletifitas dalam badan pimpinan Partai, kelemahan-kelemahan ini tidak segera dapat diatasi, sedangkan di kalangan massa anggota dan rakyat membutuhkan sekali adanya pimpinan yang tepat dari Partai. Tapi karena adanya kelemahan-kelemahan ini keinginan massa anggota dan rakyat untuk mendapat pimpinan dari Partai belum dapat terpenuhi oleh Partai. Karena tidak adanya pimpinan ini, tidak saja di kalangan rakyat, di dalam Partai pun, tampak adanya kebingunan yang pada akhirnya menimbulkan rasa takut, menyerahisme seperti disebutkan di atas. Di sementara kader untuk menyelimuti ketakutan ini, kewaspadaan yang dianjurkan oleh Partai, digunakan sedemikian rupa bukan untuk memperkuat Partai mengkonsolidasi organisasi, tapi membenarkan dengan tidak mengadakan perlawanan terhadap pikiran-pikiran yang dengan atas nama kewaspadaan, sob dan sebagainya menghentikan sama sekali kegiatan-kegiatan Partai.

Kawan-kawan. Tentang belum berkuasanya ideologi proletar dalam Partai tidak saja berakibat tidak terurusnya masalah organisasi, dan tidak dapatnya Partai memberikan pimpinan pada rakyat, tapi juga berakibat timbulnya ketegangan-ketegangan dalam badan pimpinan Partai. Ketegangan ini timbul hanya disebabkan karena perbedaan-perbedaan pendapat — yang memang wajar — mengenai masalah yang dihadapi oleh Partai, ketegangan-ketegangan ini jika tidak segera diatasi akan sangat membahayakan Partai. Ucapan-ucapan “tidak mau aktif, terserah pada kawan-kawan”, “merajukisme”, dan sebagainya, sebagai pernyataan ideologi tuan tanah sering dikemukakan dalam Partai. Diskusi-diskusi yang diadakan oleh Partai lebih banyak digunakan untuk menyelesaikan soal-soal seperti ini daripada mendiskusikan masalah tugas-tugas Partai. Dari pengalaman ini amat dirasakan sekali oleh Partai kita, betapa perlu dan dibutuhkannya oleh Partai adanya kesatuan ideologi, kesatuan pendapat, kesatuan tindakan dan kolektifitas dalam badan pimpinan Partai. Masalah mewujudkan kesatuan ini, merupakan masalah yang penting bagi Partai kita di daerah Jambi.

Disamping itu masalah menggunakan kritik otokritik sebagai suatu metode untuk menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi yang timbul dalam Partai, juga memerlukan suatu pengertian dan penguasaan yang mendalam tentang prinsip-prinsip bagaimana cara menggunakannya, dan tujuan utama yang harus dicapai dengan kritik otokritik ini bagi kader-kader Partai. Tanpa memiliki prinsip-prinsip ini, kritik yang dimaksudkan untuk menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi yang ada, malah menimbulkan sebaliknya yaitu mempertajam kontradiksi-kontradiksi itu. Karena belum menguasai sepenuhnya prinsip-prinsip ini, kritik otokritik yang pernah kita adakan belum dapat berhasil membawa perbaikan-perbaikan dalam Partai.

Demikian beberapa persoalan yang dihadapi oleh Partai kita yang menyebahkan Plan belum dapat dilaksanakan dengan baik. Disamping Comite-comite bawahan yang belum tersusun rapi, disamping kekurangan kader di tiap tingkat organisasi dan keterbatasan tenaga kader yang dapat digunakan untuk Partai, ditambah lagi dengan masih rendahnya teori kader, serta tipisnya rasa tanggung jawab kader terhadap Partai. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini, untuk dapat melaksanakan tugas-tugas Partai selanjutnya penting sekali artinya peringatan Kawan D. N. Aidit yang dikemukakan dalam laporan CC, memperbaiki cara kerja, langgam kerja Partai, mewujudkan kolektifitas dan menjaga kemurnian ideologi Marxisme-Leninisme dalam Partai. Terlaksana atau tidaknya tugas-tugas Partai, dalam pengalaman kita sepenuhnya bergantung kepada ada atau tidak adanya cara kerja dan langgam kerja yang tepat dalam Partai, bergantung kepada ada atau tidak adanya kesatuan ideologi, kesatuan pendapat dan kesatuan tindakan dalam Partai.

Kawan-kawan. Mengingat keadaan Partai kita pada waktu ini, pekerjaan memperkuat Comite-comite Partai, mengadakan pembagian pekerjaan di dalam Partai, mengaktifkan dan memperbarui Comite-comite Partai di semua tingkat, adalah pekerjaan yang mendesak yang harus segera dilaksanakan. Kemudian meneruskan pelaksanaan Plan, mengkonkretkan keanggotaan, mengintensifkan pembentukan Grup-grup, membuang cara kerja yang liberal dan cara berpikir yang subjektif. Jika pekerjaan ini dapat kita laksanakan, barulah ada kemungkinan bagi Partai kita untuk menduduki tempatnya melaksanakan tugas sejarah yang dipikul oleh kelas proletariat sebagai Partai pelopor, sebagai jenderal-staf dari massa rakyat yang mampu mempersatukan massa rakyat ke bawah panji-paji Partai, guna berjuang menghapuskan sama sekali kekuasaan imperialisme dan tuan tanah, menuju pembangunan Indonesia baru yang merdeka di lapangan politik, ekonomi dan kebudayaan, membangun masyarakat Indonesia yang demokratis, bersatu dan makmur sebagaimana yang dicantumkan dalam Program PKI.

Demikian sambutan kami terhadap Laporan CC pada Kongres Nasional ke-VI Partai yang disampaikan oleh Kawan D. N. Aidit, dan keterangan-keterangan kami terhadap persetujuan kami pada Laporan CC.

Terima kasih.[]

______________________

Dikutip utuh dari Marxis.org (dimuat dan diedit oleh Ted Sprague, 22 September 2012). Sumber yang digunakan adalah Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960.


0 komentar: