Juli 19, 2014

Merajut Konservasi dan Pembangunan di TN Kerinci Seblat


Aspek penting implementasi ICDP adalah adanya insentif untuk tidak merusak alam berupa bantuan kepada masyarakat.”

TAMAN NASIONAL Kerinci-Seblat (TNKS) adalah taman nasional (TN) terluas di Sumatera (1.368.000 Ha) yang dideklarasikan tahun 1982. Lebih dari tiga juta jiwa dan tujuh juta hektar lahan pertanian di Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan tergantung pasokan air dari TNKS. Beberapa daerah aliran sungai (DAS) penting yang berhulu di sini adalah Batanghari, Musi, Ketahun, Manjunto, dan Lunang-Silaut.

Tahun 1990 Ditjen PHPA dan WWF-Indonesia Programme mulai melaksanakan proyek pengembangan pengelolaan TNKS. Tiga tahun pertama, kegiatan dipusatkan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi (luas 146.000 Ha, 360.000 jiwa) yang 54% wilayahnya berada dalam TNKS. Kegiatan saat itu difokuskan pada pengembangan pengelolaan taman nasional dan pemberdayaan masyarakat terkait konservasi. Kegiatannya mencakup pengembangan infrastruktur pengelolaan, pelatihan staf lapangan, patrol pengamanan, dan pengembangan rencana pengelolaan TN. Titik penting keterlibatan WWF adalah pada pemberdayaan masyarakat sekitar. Pendekatannya adalah dengan memadukan aspek konservasi dengan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat (Integrated Conservation and Development Project or ICDP), yang mulai diterapkan pada pengelolaan kawasan konservasi di dunia pada akhir tahun 1980-an.

Tatanan adat di Kerinci masih sangat kuat. Itu memudahkan interaksi WWF dengan masyarakat. Bersama tokoh adat, WWF menerapkan pendekatan ICDP ini pada penguatan pengelolaan hutan adat, penataan batas TN secara partisipatif, dan pengembangan ekonomi produktif. Seluruh hutan adat yang difasilitasi WWF mendapat SK Bupati. Hutan Adat (HA) itu adalah HA Lekuk 50 Tumbi Hulu Air Lempur (meraih penghargaan lingkungan se-Provinsi Jambi, 1993), HA Temedak Desa Keluru (memperoleh Kalpataru, 1992), dan HA Nenek Limo Hiang Tinggi-Nenek Empat Betung Kuning-Muara Air Dua (penghargaan lingkungan se-Provinsi Jambi 1994).

Keberhasilan ini menarik perhatian Bank Dunia. WWF diminta mereplikasi program itu di 10 desa di empat provinsi sebagai model pengelolaan proyek ICDP TNKS di 76 desa.

Aspek penting implementasi ICDP adalah adanya insentif untuk tidak merusak alam. Aspek insentif berupa bantuan kepada masyarakat “Hibah Konservasi Desa (HKD)” yang dirancang dan diimplementasikan secara partisipatif. Dana HKD itu disalurkan Bank Dunia melalui pemerintah setelah ada jaminan “Kesepakatan Konservasi Desa (KKD)”, yaitu dokumen kesepakatan masyarakat untuk konservasi yang disahkan oleh Pemerintah Kabupaten dan Pengelola TNKS.

KKD berfungsi untuk mengatur pemanfaatan ruang di desa secara terencana, mengatur perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang relevan dengan pelestarian TNKS serta potensi sumber daya alam desa, juga mengatur strategi dan mekanisme kontrol secara partisipatif pemanfaatan sumber daya alam desa. Hasil KKD adalah perencanaan tata guna lahan yang rasional dan layak terap di desa, kejelasan batas lahan budidaya dan kawasan TNKS yang disepakati bersama, pemanfaatan SDA di daerah penyangga yang terencana dan berkelanjutan, serta TNKS menjadi bagian dari keseharian masyarakat untuk dilestarikan.[]

_____________________

Dudi Rufendi, “Merajut Konservasi dan Pembangunan di TN Kerinci Seblat”, Cristina Eghenter, M. Hermayani Putera, Israr Ardiansyah (eds.), Masyarakat dan Konservasi: 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia, (WWF-Indonesia, 2012): 10-11.


Buku utuh dapat diunduh di sini.

0 komentar: