Juni 20, 2015

Film “Emak dari Jambi”


BERIKUT BEBERAPA liputan media on-line terkait film dokumenter berjudul Emak dari Jambi. Film ini diproduksi oleh Kalyana Shira Foundation dan Ford Foundation di bawah program Project Change! 2013-2014.


Pemutaran Film “Emak dari Jambi” 

Sabtu, 22 Mei 2015 Institute Kapal Perempuan turut menyemarakkan IDAHOT 2015 dengan melakukan pemutaran film berjudul Emak dari Jambi. Organisasi yang sudah berdiri sejak tahun 2000 ini bertujuan membangun gerakan perempuan dan gerakan sosial yang mampu mewujudkan keadilan sosial, kesetaraan, dan keadilan gender serta perdamaian di ranah publik dan privat.

Tidak heran peserta dalam pemutaran film kali ini berjenis kelamin perempuan dan sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Mereka tergabung dalam beberapa organisasi seperti Sekolah Perempuan Ciliwung, Sekolah Perempuan Jatinegara Kaum, Sekolah Perempuan Rawa Jati, dan Sekolah Perempaun Bidara Cina. Semua peserta berjumlah sekitar 45 orang.

Emak dari Jambi adalah sebuah film dokumenter yang bercerita mengenai kerasnya perjuangan hidup seorang waria di kota besar Jakarta. Waria dengan segala problematika kehidupannya mungkin sudah pernah diangkat sebelumnya. Yang membuat film ini menarik dan spesial adalah kehadiran seorang ibu di dalamnya. Sang ibu menerima dengan lapang keputusan anaknya untuk menjadi seorang waria. Tidak sekadar menerima, sang ibu juga dengan penuh kasih sayang merawat, tetap menyayangi, serta mendukung keputusan anaknya yang sudah melakukan perubahan identitas gender tersebut.

Anggun, sebagai tokoh sentral dalam film ini, dihadirkan sebagai pembicara dalam diskusi kali ini. Beberapa ibu memuji kecantikan Anggun. Mereka berkomentar bahwa Anggun sudah seperti perempuan “asli”. Seorang ibu mempertanyakan salah satu bagian dalam film tersebut mengenai suntik silikon yang dilakukan oleh Anggun. “Mbak, kenapa sih mau melakukan suntik silikon gitu? Memangnya gak sakit?”


“Memang sakit, Bu. Sakit sekali malah,” jawab Anggun.

Hal itu ia lakukan agar memiliki lekuk tubuh seperti perempuan, salah satunya dengan memperbesar bokong. Dengan begitu Anggun merasa menjadi perempuan seutuhnya. Namun akhir- akhir ini Anggun sudah mulai menyadari bahwa pemikiran tersebut adalah suatu konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat yang menginginkan sosok perempuan yang sempurna. “Perempuan selalu ditampilkan dengan body gitar spanyol dengan kulit mulus dan rambut hitam panjang, dan media berhasil membentuknya,” jawab Anggun.

Anggun juga bercerita bahwa kecenderungan berpenampilan perempuan bukanlah suatu kesalahan. Tidak ada yang perlu disalahkan, pun waktu kecil ibunya pernah memakaikannya gaun perempuan. Namun Anggun tidak menyalahkan ibunya karena kejadian tersebut. Baginya, Tuhan tidak pernah salah dalam menciptakan mahluk ciptaan-Nya dan setiap mahluk yang Ia ciptakan memiliki tugas dan fungsi masing- masing. “Waria juga memiliki kebutuhan berketuhanan,” jawab Anggun.

Ketika ditanya mengenai waria yang sering mengamen di jalanan, Anggun berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada satu pun waria yang mau melakukannya. Mereka sendiri juga sebenarnya malu melakukan hal tersebut. Namun waria juga makhluk hidup yang sama seperti manusia lainnya yang membutuhkan kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk menjalani kehidupannya. "Waria kalau ngamen di jalanan minum obat, Bu, supaya lebih percaya diri,” tegas Anggun.

Sebagai penutup, Anggun hanya berpesan kepada para ibu yang hadir agar dapat menerima keadaan anak- anak mereka yang memutuskan untuk menjadi waria. Banyaknya waria yang bertebaran di jalan-jalan, lampu merah, dan sudut-sudut gelap kota akibat penolakan yang dilakukan oleh orangtua dan keluarga terdekat mereka. Hal itu menyebabkan sebagian besar mereka memilih untuk hidup di jalanan.(Edy)


Tema 'Cerita tentang Rahasia'

"Aku benar-benar tak mengenalimu," pekik Melissa Karim melihat penampilan Anggun sore itu. Tak seperti biasanya, Anggun menggelung rapi rambutnya, mengenakan baju batik cokelat terang yang elegan, dan tampak seperti namanya, anggun. Nama aslinya Agung, asal Jambi. Ia mengubah namanya setelah merantau ke Jakarta dan ... menjadi waria!

Sore itu, Melissa menjadi host acara yang menandai tonggak baru dalam kehidupan Anggun. Waria bernama lengkap Anggun Pradesha itu meluncurkan film dokumenter perdananya, yang mengungkapkan rahasianya sendiri. Film sepanjang 38 menit bertajuk Emak dari Jambi itu merupakan bagian dari tiga film produksi terbaru Kalyana Shira Foundation di bawah payung Project Change! yang diinisiasi oleh sutradara dan produser Nia Dinata.

Kali ini mengusung tema 'Cerita tentang Rahasia', dua film lainnya adalah Sleep Tight, Maria karya sutradara Monica Vanesa Tedja dan Pertanyaan untuk Bapak karya bersama Yatna Pelangi dan Mayk Wongkar. Anggun juga tak sendiri, ia didampingi ko-sutradara Rikky M Fajar. Peluncuran film tersebut di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (28/4/2015). Selain tentu saja diisi pemutaran filmnya sendiri, juga diisi dengan diskusi yang diikuti oleh kalangan LGBT, aktivis, dan pencinta serta pelaku perfilman.

Sleep Tight, Maria (15 menit) membuka kompilasi tiga film 'Cerita tentang Rahasia' dengan kisah Maria V (diperankan dengan sangat "berani" oleh Rain Chudori), siswi SMA St. Perawan Maria yang memiliki perbedaan dalam lingkungannya yang serba alim. Ketika teman-temannya khusyuk berdoa bahkan sampai menangis ketika retret, Maria V dengan polos menatap aneh pada mereka. Dalam keseharian, Maria punya fantasi seksual dengan objek cowok ganteng bernama Donny (diperankan oleh Guiloano Marthino Lio), yang dipanggilnya "kak". Maria V tentu merahasiakan hal itu, sampai ketika retret, ia menjumpai fakta tak terduga dari teman sekamarnya, Maria P (diperankan Karina Salim), siswi teladan yang cantik dan relijius.

Dibuka dengan fiksi, film kedua menampilkan dokumenter Pertanyaan untuk Bapak yang merekam perjalanan pembuatnya, Yatna Pelangi, pulang ke kampung halamannya di Tanjung Karang, setelah 20 tahun. Ia bermaksud mencari bapaknya, yang telah lama bercerai dengan ibunya. Yatna punya kenangan yang traumatis dengan sang bapak, seorang pria Tionghoa yang di masanya bekerja sebagai pembuat poster film. Salah satu kenangan tak terlupakan bagi Yatna adalah ketika suatu saat sang bapak berkata, "Suatu nanti kamu bikin film, bapak yang bikin posternya." Namun itu adalah bagian manisnya yang kecil saja. Selebihnya, sosok sang bapak bagi Yatna adalah "monster" yang membuatnya hidup dalam mimpi buruk tak berkesudahan.

Sang bapak memperkosa Yatna di usia 5 tahun, dan hal itu terus berlangsung hingga 5 tahun kemudian. Kini, saat telah berhasil mewujudkan impiannya membuat film, tapi ia datang mencari bapaknya bukan untuk menagih poster yang pernah dijanjikannya. Melainkan, ia hanya ingin bertanya, mengapa dulu lelaki itu melakukan kekerasan seksual pada anaknya sendiri? Dokumenter sepanjang 41 menit ini menyisakan cerita yang perih dari proses kreatifnya.

"Saya melihat sejak di kapal Yatna tampak ragu-ragu, dan ketika berhasil menemukan bapaknya pun ternyata dia justru tak bisa ngomong apa-apa. Saya yang geregetan, ayo, ngomong, ini orangnya!" tutur Mayk Wongkar yang menjadi ko-sutradara bagi Yatna, dalam diskusi usai pemutaran film.

Menutup kompilasi ini, Emak dari Jambi menimbulkan ger-geran bagi penonton karena cara bertuturnya yang blak-blakan dan unik. Film ini memotret sosok Anggun dengan perspektif emaknya, Ibu Kurtini, yang tegar dan kocak. Alkisah, Kurtini datang ke Jakarta untuk menjenguk anaknya, yang telah berubah dari Agung menjadi Anggun. Bukan hal yang benar-benar mengejutkan baginya, karena sejak di Jambi dulu, Agung sudah memperlihatkan kecenderungannya untuk berdandan perempuan. "Dulu memang sudah banci, tapi nggak separah ini," ujar Kurtini yang terekam dalam film, dan memicu tawa berderai dari penonton.

"Bagi saya, yang terberat bukan mengaku kepada ibu bahwa saya waria, tapi ketika saya juga harus mengakui bahwa saya pernah menjadi PSK di Taman Lawang. Itu pedih banget," ujar Anggun dengan nada serius dalam diskusi usai pemutaran film. Tapi, untuk yang satu itu pun, Kurtini ternyata juga tak kaget-kaget amat. Semua ia hadapi dengan kuat, bahkan kadang dengan penuh canda, walau ada saatnya juga penonton akan melihat ia memangis, dan perlu "curhat" kepada temannya yang sudah lama tinggal di Jakarta, Wati. Penonton juga akan melihat bagaimana Kurtini "napak tilas" jejak anaknya di Taman Lawang, bersama teman-teman waria lainnya.

"Saya berharap proses penerimaan dalam film ini dapat menginspirasi para orangtua agar dapat menerima anaknya yang waria, sehingga tidak perlu lagi ada cerita waria kabur dari keluarga," harap Anggun. Setelah diluncurkan dalam pemutaran khusus yang dihadiri para pembuat film beserta keluarganya, kompilasi 'Cerita tentang Rahasia' bisa disaksikan oleh publik. Kampus-kampus, komunitas, dan forum-forum pecinta film yang berminat mengadakan acara pemutaran film ini, bisa menghubungi info@kalyanashira.com.



Tentang Project Change!

Project Change! luncurkan tiga film pendek karya sineas muda tentang sisi terdalam manusia, khususnya dalam isu gender.

Seorang gadis remaja di SMA Katolik panik ketika kebiasaan memalukan sebelum tidur terancam ketahuan. Seorang pria hendak bertatap muka dengan ayahnya atas trauma masa lalu. Seorang ibu bersuka cita bisa bertemu anaknya yang kini tinggal di Jakarta, dan tak sama seperti dulu. Tiga premis tersebut merupakan tema yang diangkat dalam tiga film pendek hasil program Project Change! 2013-2014 dengan tema Cerita Tentang Rahasia, yaitu Sleep Tight Maria, Pertanyaan untuk Bapak, dan Emak dari Jambi, yang baru diluncurkan 29 April kemarin di Jakarta.

Project Change! kali ini total telah menghasilkan lima film pendek yang semuanya diproduseri oleh Nia Dinata, empat di antaranya dokumenter, dan satu fiksi. Sebelumnya pada tahun 2014 telah diluncurkan dua film dokumenter dari Project Change! 2013-2014, yaitu Nyalon karya Ima Puspita Sari dan Tanah Mama karya Asrida Elisabeth, yang telah diputar di beberapa festival juga pemutaran khusus. Kini gilran tiga film pendek tersebut yang menjadi sorotan. Ketiga film ini kemudian dijahit dalam tema Cerita Tentang Rahasia, sesuai dengan konten dan subjek dari film-filmnya tentang rahasia terdalam dari para pelaku utamanya, juga para film maker-nya.

Sukses dengan dua kali penyelenggaraan di tahun 2008 dan 2009, dengan menghasilkan film-film omnibus Pertaruhan dan Working Girls, Kalyana Shira Foundation dan Ford Foundation kembali menuntaskan program Project Change! yang ketiga di tahun 2013-2014. Lewat program ini, para sineas muda diberi kesempatan untuk membuat film, khususnya yang berkaitan dengan tema gender dan kesehatan reproduksi.

Untuk kali ini, dari 30 peserta dari seluruh Indonesia, dan setelah melewati proses seleksi workshop dan master class bersama para mentor berpengalaman (semisal Nia Dinata, Sammaria Simanjuntak, Lucky Kuswandi, dan sebagainya), akhirnya terpilihlah lima film yang diproduksi. Untuk distribusinya, sejauh ini film-film ini rencananya akan diputar dalam berbagai event atau komunitas. Tak hanya itu, Kalyana dan Ford Foundation pun telah mempersiapkan Project Change! selanjutnya, yang akan segara dimulai pada tahun ini.

"Workshop Project Change! ini memang mengajarkan kita untuk being open-minded, accepting, tolerance, intinya seperti itu. Karena saya latar belakangnya sinema, jadi memang siapa pun yang ikut Project Change! harus bercerita dengan bahasa sinema... Karena kami orang sinema, let's do something semakin banyak dengan bahasa sinema, mungkin bisa ikut berkontribusi terhadap perubahan," pungkas Nia.[]

______________

Tautan-tautan:

"Pemutaran Film Emak dari Jambi" diambil dari Idahotindonesia.net. Berjudul asli "'Cerita tentang Rahasia': Fantasi Maria, Pertanyaan Yatna dan Pengakuan Anggun", "Tema 'Cerita tentang Rahasia" diambil dari Detik.com. Sementara "Tentang Project Change!" diambil dari Muvila.com dengan judul awal "Tiga Cerita tentang Rahasia dari Project Change".

Penyuntingan bahasa diberlakukan dalam pengambilan-ulang tersebut.

0 komentar: