Juni 18, 2014

Pembentukan Provinsi Jambi, 1946-1958


Abstrak 


PENETAPAN KERESIDENAN Jambi ke dalam Provinsi Sumatera Tengah berdasarkan keputusan sidang KNI Daerah Sumatera 18 April 1946 di Bukittinggi dan desentralisasi Sumatera Tengah. Kemudian, diberlakukannya Peraturan Pcmerintah No. 10 Tahun 1948 dan Undang-Undang No. 15 Tahun 1949 tanpa melihat perkembangan dan keinginan masyarakat Jambi serta faktor-faktor politis, sosiologis, ekonomis, historis, dan adat-istiadat. Semua itu dipandang oleh sebagian masyarakat Jambi telah memperkosa hak-hak demokrasi rakyat. Pada akhimya, itu melahirkan pergolakan, pro-kontra, atau dualisme keinginan masyarakat.

Masyarakat yang merasa dirugikan berupaya memisahkan daerah Jambi dari Sumatera Tengah ke Sumatera Selatan yang dipandang dari segi politis cocok dan sesuai dengan mereka (masyarakat Jambi). Kurangnya alat transportasi dan rusaknya jalan-jalan mengakibatkan sulitnya daerah Jambi berhubungan dengan pusat provinsi di Medan dan Sub-Provinsi Sumatera Tengah di Bukittinggi. Keadaan ini ikut menumbuhkembangkan aliran-aliran dan usaha-usaha untuk memisahkan daerah Jambi dari Sumatera Tengah ke Sumatera Selatan.

Munculnya gerakan Fropedja 10 April 1954, yang mendapat dukungan dari kalangan outoritas dan partai-partai politik, memberikan wacana baru bagi masyarakat Jambi. Pada akhimya, gerakan Fropedja yang semula mendapat tentangan dari H.P. Merbahari mampu mengakhiri pro-kontra atau dualisme keinginan masyarakat itu dan membangun satu kekuatan bersama untuk menuntut tegaknya Daerah Tingkat I Provinsi Jambi. Barangkat dari kesamaan pandangan atau aspirasi itulah yang akhimya membawa mereka ke dalam Kongres Rakyat Jambi 15-18 Juni 1955.

Konsekuensi dari kongres ini melahirkan suatu badan yang bemama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD). BKRD merupakan satu-satunya wadah perjuangan untuk memenuhi (menampung) aspirasi masyarakat Jambi. Begitu juga BKRD Iahir sebagai cerminan kekuatan koalisisi dari semua komponen atau kekuatan masyarakat yang ada, baik dari unsur organisasi massa dan pernuda, mantan pejuang, tokoh-tokoh masyarakat, maupun partai-partai politik.

Tuntutan status daerah Jambi menjadi daerah otonomi setingkat provinsi itu merupakan tuntutan atas ketidakadilan (perimbangan keuangan) dan upaya penyelesaian konflik (perimbangan kekuasaan). Karena dipandang dari segi geograiis, sosiolngis, politis, dan ekonomi daerah, Jambi telah dapat dan sudah selayaknya berotonomi sendiri setingkat provinsi. Karena itu, tuntutan rakyat Jambi mempunyai dasar yang kuat dan tidak dapat dielakkan lagi baik dari aspek politis, ekonomis, dan sosial.

Provinsi Jambi yang telah bertahun-tahun diperjuangkan dan seiama itu tidak menjadi perhatian pemerintah pusah, akhimya lahir. Dilahirkannya dengan suatu cara yang luar biasa. Dia lahir atas pernyataan rakyat Jambi sendiri. Kemudian diakui dan diresmikan Dewan Banteng, suatu dewan yang lahir di tengah-tengah masyarakat Sumatera Tengah. Begitu juga, Provinsi Jambi lahir dalam suatu suasana di mana pemerintah pusat sedang sibuk menghadapi pertentangan-pertentangan dengan daerah-daerah yang merasa tidak puas dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, keuangan, pembangunan, kemasyarakatan, atau angkatan perang.[]

______________________
Budi Purnomo, “Pembentukan Propinsi Jambi, 1946-1958”, Tesis Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Jakarta, (2000).

Teks lengkap dapat diunduh di sini. Syarat dan ketentuan mungkin diberlakukan.
Full-text is available here. Some terms and conditions may be needed.

0 komentar: